Fhoto : St. Vinsensius A. Paulo |
dan berkeinginan untuk meninggalkan kehidupan petani. Ia merasa malu dengan tempat asalnya dan juga ayahnya yang hanya petani desa.
Santo Vinsensius sendiri mengatakan: ”Sebagai anak muda, ketika ayahku menjenguk aku ke kota, saya merasa malu mengenalinya sebagai ayahku karena ia berpakaian sangat miskin dan jalannya pincang. Saya mengingat kembali pada suatu kesempatan saya meminta ayah untuk datang mengunjungi aku, tetapi aku menolak keluar untuk menemuinya.” Setelah menyelesaikan masa studinya selama 4 tahun di Dax, Vinsensius masuk ke seminari di kota yang lebih besar yaitu Touluse. Pada thn. 1598 ayahnya meninggal. Pada usia 17 tahun Vinsensius menerima ‘tonsura’. Ayahnya telah meninggalkan warisan untuk membayar studinya, namun ia menolaknya dan lenih suka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.
Tahbisan imam.
Vinsensius menjadi guru sastra di Sekolah Buzet untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan pada saat yang sama ia belajar Teologi. Tahun 1598 ia menerima tahbisan diakon. Pada 23 September 1600 di Chateau-l’Eveque Vinsensius ditahbiskan menjadi imam oleh seorang Uskup di Perigeux yang sudah tua. Dalam suatu suratnya Vinsensius menulis: “Seandainya aku tahu, seperti yang kuketahui, apakah imamat itu ketika aku menerimanya, saya lebih suka mengabdikan diri saya untuk pekerjaan lain sebelum masuk dalam keadaan yang menakutkan.” Uskup Dax menawarinya sebuah paroki, namun Vinsensius menolaknya dan lebih suka melanjutkan studinya untuk meraih cita-cita lebih tinggi: menjadi uskup. Tahun 1604 ia meraih gelar Doktor Teologi dan pergi ke Burdeos. Kemudian ia melakukan perjalanan menarik ke Marseille. Lalu ada ada seorang wanita tua dari Toulouse menawari Vinsensius warisan 300 ecu supaya Vinsensius kembali ke Toulouse melalui Narbona.
Dari Marseille Vinsensius berangkat ke Narbonamelalui laut, akan tetapi kapal yang ditumpanginya diserang oleh bajak laut Turki dan ia kemudian dipenjara. Periode tahun itu, 1605-1607, adalah benar-benar misteri karena tidak diketahui pasti apa yang terjadi dengan Santo
Vinsensius.
Pierre de Berulle.
Setelah tiba di Paris th. 1609 Vinsensius menemui Pierre de Berulle di Rumah Sakit Cinta Kasih, sambil mengunjungi orang sakit. Berulle. Berulle berusaha meyakinkan Frasiskus dari Sales untuk mendirikan Ordo Oratory, yang sudah dirintis oleh St. Philipus Neri, di Perancis namun ditolak oleh St. Fransiskus de Sales. Kemudian Berulle memulai pendirian baru Ordo Oratory pada th. 1611 dengan dukungan Uskup Paris dan Bapak Henry de Gondi. Ordo Oratory di Paris menjadi “sebuah kongregasi klerus yang akan mempraktekkan kemiskinan melawan kemewahan; mengucapkan kaul untuk tidak menuntut kekayaan, untuk mengalahkan ambisi, dan untuk menghidupi kaul pengabdian terhadap fungsi-fungsi gereja, untuk melawan kelambanan.” Berulle menginginkan agar Vinsensius masuk Ordo Oratory, tetapi Vinsensius menolaknya dengan berbagai alasan. Namun ia menerima rencana untuk menggantikan seorang imam di suatu paroki karena akan masuk Ordo Oratory. Maka dari itu pada bulan Mei 1621, Vinsensius mulai bertugas di paroki ‘Clichy la Garenne”, dekat Paris. Paroki tersebut memiliki 600 umat. Vinsensius merasa senang karena sebagian besar umatnya adalah petani. Di paroki ini Vinsensius mengajar katekese dan memperbaiki perabotan gereja. Saat itu ia sudah menjadi imam selama 12 tahun dan baru pertama kali itulah ia menjalankan tugasnya sebagai imam. Berulle yang masih memimpikan sesuatu yang besar untuk Vinsensius, memasukkan Vinsensius menjadi guru dalam keluarga kaya raya de Gondi, yaitu Philippe de Gondi, keponakan dari Uskup Paris. Vinsensius tiba di keluarga itu bulan september 1613. “Saya merasa sedih meninggalkan paroki Clichy saya yang kecil,” tulisnya pada seorang sahabat.
Vinsensius beralih kepada orang miskin
Selain menjadi tutor di keluarga de Gondi, Vinsensius juga memberi beberapa pelajaran kepada anak-anak kaya di Montmirail, Joigny, Paris dan Folleville. Seharusnya Vinsensius merasa bahagia (karena cita-citanya untuk menjadi kaya hampir menjadi kenyataan). Namun ternyata Vinsensius tidak bahagia. Dalam beberapa perjalanan ke keluarga Gondi, Vinsensius kerap berjumpa dengan para petani dan penduduk miskin yang tinggal di tanah milik keluarga kaya tersebut. Ia menyadari bahwa hal itu membuatnya sangat tertarik. Ada dua peristiwa di tahun 1617 yang mengubah orientasi hidupnya. Pada awal tahun 1617 Vinsensius mengunjungi seorang yang menderita di Gannes, daerah Oise, dekat dengan istana keluarga Gondi. Orang itu dikenal sebagai orang paling saleh di daerah itu. Orang itu kemudian mengadakan pengakuan dosa
kepada Vinsensius. Vinsensius menemukan bahwa orang saleh itu sudah hampir belasan tahun tidak mengaku dosa. Lalu Vinsensius berpikir, jika orang yang saleh saja dosanya sebanyak itu, betapa banyak dosa orang yang lain. Pada perayaan bertobatnya St. Paulus 25 Januari 1617, Vinsensius berkotbah dari mimbar kotbah mendesak umat Folleville untuk mendatangi imam dan mengakukan dosa mereka. Inilah peristiwa pertama yang menandai hidup dan panggilannya yang baru. Musim dingin 1617, Vinsensius berjumpa dengan seseorang yang mengalami godaan iman dan moral. Ia sangat menderita dan merasa tidak mungkin kembalilagi kepada Tuhan. Sampai menjelang meninggalnya ia belum menemukan seorang imam yang bisa membimbingnya kembali kepada kerahiman Tuhan. Saat itulah hati Vinsensius menemukan panggilannya:
kelemahlembutan. Hatinya tersentuh. Vinsensius ingin pergi ke tempat yang paling jauh dan mengatakan kepada mereka yang kehilangan imannya bahwa Tuhan itu ada, bahwa Dia adalah Tuhan yang lembut hati, yang tidak akan melupakan mereka. Vinsensius tidak ingin lagi tinggal bersama keluarga Gondi, maka ia memberitahu Berulle pada bulan Mei 1617. Lalu Vinsensius diangkat menjadi pastor paroki tgl. 1 Agustus pada tahun yang sama, di sebuah paroki kecil antara Lyon dan Geneva, yaitu Chatillon-les-Dombes. Di tempat itu Vinsensius mendapatkan pengalaman, seperti di Gannes, yang menandai manusia ini yang saat itu berusia 36 tahun. Di Chatillon-les-Dombes Vinsensius menjumpai sebuah keluarga petani yang seluruh anggotanya mengalami sakit. Vinsensius sendiri menceritakan pengalaman yang sangat berarti ini: “Pada saat sedang mengenakan pakaian misa untuk merayakan Ekaristi Kudus, beberapa orang datang memberitahuku.....bahwa dalam sebuah rumah tidak jauh dari gereja ada sebuah keluarga yang seluruh keluarganya sakit, dan karena itu, tidak ada seorang pun yang merawat mereka sehingga kondisi mereka yang buruk tak mampu tergambarkan. Hal itu menmimbulkan kesan yang mendalam dalam diri saya.” Lalu Vinsensius mengajak semua umat untuk membantu keluarga itu. Spontanitas umat sungguh luar biasa dan terkumpullah banyak makanan. Makanan itu hanya berguna untuk hari itu sedangkan keesokan harinya sudah mulai membusuk. “Itu sungguh merupakan gerakan kasih yang hebat, namun tak terkoordinasi dengan baik,” tulis Vinsensius. Karena kejadian itu Vinsensius memulai karyanya dan tgl. 23 Agustus ia mulai mengorganisasi gadis- gadis yang mau merawat orang-orang sakit. Banyak gadis tergerak untuk bergabung. Kelompok pertama ini dinamakan ‘Confréries de Charité’ (Persaudaraan Kasih. Kelompok ini merupakan cikal bakal Perkumpulan Ibu-Ibu Cinta Kasih [AIC] dan Suster Putri Kasih [Suster PK]).
Pendirian Kongregasi Misi (CM)
Sasaran St. Vinsensius adalah orang-orang miskin, secara jasmani dan rohani. “Gereja Kristus tidak pernah boleh melupakan orang miskin. Ada sepuluh ribu imam di paris, sementara orang miskin di desa-desa tidak ada yang melayani.” St. Vinsensius menginginkan imam-imam “misi”yang dikirim ke tampat-tempat jauh dan terpencil. Kongregasi Misi didirikan pada 17 April 1625 dan disetujui oleh Uskup Paris setahun kemudian. Dokumen pendirian ditandatangani pada 4 September 1626. Kesulitan muncul. Bapak Gondi, atas pengaruh Berulle, bermaksud mengambil kembali uang yang dipakai untuk pendirian Kongregasi. Roma, karena Berulle, menolak menyetujui Kongregaasi Misi dua kali. Dibutuhkan kesabaran hingga 8 tahun sampai persetujuan itu turun tahun 1633. Pada bulan Juli 1628 Uskup Beauvais meminta St. Vinsensius untuk memberi
retret bagi para calon imam. Uskup Agung Paris juga menginginkan pembinaan untuk calon-calon imam. Lalu pada thn. 1631 Uskup menawari St. Vinsensius sebuah bangunan yang penting untuk masa depan yaitu sebuah kolose, “College de Bons-Enfants”, bekas rumah sakit lepra yang memakai pelindung St. Lazarus (karena itulah imam-imam CM sering disebut juga imam-imam Lazaris). Uskup Agung menginginkan St. Vinsensius ikut dalam pembinaan imam dan menjadi pembina bagi para calon imam. Sint Lazare menjadi pusat pembinaan: setiap Selasa para imam berkumpul di sana, berdoa bersama, berefleksi dan mendengarkan konferensi St. Vinsensius. Kegiatan ini lalu disebut ‘konferensi hari Selasa.’ Di antara para imam yang hadir ada juga 22 calon Uskup yang ikut menerima pembinaan dari bibir malaikat St. Vinsensius a Paulo.
Kelompok Kasih
Sejak thn. 1830-1650 Perancis mengalami suatu periode perang yang menghan-curkan. Melihat masa depan Perancis yang penuh kesulitan seperti itu, St. Vinsensi menolak untuk menutup matanya dan berupaya memerangi kemiskinan masyarakat. Hal yang paling mendasar bagi manusia adalah kelahiran. Pada waktu itu satu dari tujuh wanita meninggal setelah melahirkan. Mereka yang hidup setelah melahirkan harus mengalami pendarahan, disertai demam dan infeksi. Di pihak lain, sejumlah besar anak yatim membutuhkan bantuan untuk hidup mereka dan kemudian dipelihara sementara oleh biara-biara, hingga ayah mereka menikah kembali. Seperti sudah dikisahakan sebelumnya bahwa pada thn. 1617 St. Vinsensius memulai pendirian kelompok “kasih”. Beberapa dia antara mereka memelihara tunawisma, lainnya menangani penyakit menular dan wabah, dan sebagian lainnya menangani bencana. Kelompok “Ppersaudaraan Kasih” ini semakin berkembang; mereka membutuh-kan kunjungan dan koordinasi dalam semangat yang sama. Maka dari itu pada thn 1629 St. Vinsensius meminta seorang janda muda umur 38 thn, bernama Louisa de Marillac, untuk membantu dan mengunjungi anggota Persaudaraan Kasih yang semakin banyak jumlahnya. St. Vinsensius sudah mengenalnya selama empat tahun. Maka Louisa mengunjungi mereka dan mengumpulkan mereka untuk menampung masalah-masalah mereka dan mengajar mereka bagaimana menyembuhkan orang sakit dan mengelola pembukuan dengan baik. Dengan ijin para pastor paroki Louisa mengumpulkan para wanita muda dan memberi mereka pengajaran iman. Louisa melakukan semuanya ini meskipun kondisi kesehatannya buruk dan kondisinya kurang baik. Ia adalah wanita yang lemah, mudah tersinggung, namun tidak mecari keuntungan pribadi. Sebelum mengutusnya, selama 4 tahun St. Vinsensius telah mempersiapkan Louisa, mengajarinya untuk bersukacita dalam Tuhan, mengontrol diri dengan lemah lembut, menerima perbedaan dan keterasingan dalam penyelenggaraan Tuhan. St. Vinsensius berkata kepadanya, “Ikutilah Dia, jangan mencoba untuk mendahului Tuhan.” Buah-Buah karya St. Louisa dan St. Vinsensius dalam segala hal berjalan dengan baik.
Pendirian Puteri Kasih (PK)
St. Vinsensius menginginkan agar Puteri Kasih terlibat dalam dunia. Namun hal itu tidak mudah untuk didapatkan. Puteri kasih adalah religius yang tidak mengenakan pakaian biara atau kerudung dan yang tidak mengucapkan kaul meriah. St. Vinsensius berkata dengan gembira, “Biara mereka adalah rumah-rumah orang sakit dan mereka juga akan menjadi Superior di tempat mereka tinggal: untuk kamar mereka sewa, kapel mereka adalah gereja paroki, biara mereka adlah jalan- jalan di kota; dan dalam ketaatan yang terus menerus mereka taat pada kehendak Tuhan dan menyerahkan diri mereka seluruhnya.” Untuk memulai program ini St. Vinsensius memutuskan untuk tidak bergantung kepada gadis-gadis kaya yang mampu memberi sejumlah besar uang, tetapi sebaliknya lebih menyukai gadis desa yang sederhana. Pada mulanya sangat sederhana: pada 29 November 1633 empat gadis muda direkomendasikan oleh St. Vinsensius kepada Marguerite Nasseau, yang menerima mereka dalam rumahnya dan menempatkan mereka umtuk bekerja di sebuah rumah sakit kecil yang ia dirikan. St. Louisa de Marillac bertanggung jawab mengajari mereka keterampilan merawat dan mengajari mereka kehidupan rohani.
Sakit dan wafat St. Vinsensius
Pada bulan Juli 1660 St. Vinsensius harus tinggal di tempat tidur. Antara bulan Juli sampai September 1644 St. Vinsensius sakit berat. Ia sembuh namun dilarang menaiki kuda sejak kakinya membengkak dan harus berjalan memakai tongkat. Selama musim dingin 1658 dan 1660 hawa dingin membuat luka di kakinya makin parah hingga akhirnya tidak mampu berjalan. Ia tinggal di St. Lazare bersama dengan orang-orang miskin.
St. Vinsensius selalu siap. Bulan September kakinya mengeluarkan darah lagi dan lambungnya sudah tidak mampu menerima makanan. Hari Minggu 26 September, St. Vinsensius dibawa ke kapel untuk ikut mempersembahkan misa dan menerima Komuni Kudus. Sore hari St. Vinsensius begitu cerah saat menerima Sakramen Orang Sakit. Pagi harinya ia memberikan berkat terakhir kepada romo- romo CM, suster-suster PK, anak-anak terlantar dan semua orang miskin. St. Vinsensius meninggal pada tanggal 27 September 1660 pkl. 04.00, saat mana biasanya St. Vinsensius biasa bangun untuk melayani Tuhan dan orang miskin.
(sumber:www.famvin.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar